BPKH

BPKH Perluas Dampak Dana Haji Lewat Program Wakaf Pohon Berkelanjutan di Gunungkidul

BPKH Perluas Dampak Dana Haji Lewat Program Wakaf Pohon Berkelanjutan di Gunungkidul
BPKH Perluas Dampak Dana Haji Lewat Program Wakaf Pohon Berkelanjutan di Gunungkidul

JAKARTA - Pemanfaatan dana haji kini tidak hanya berfokus pada pengelolaan keuangan semata, tetapi juga diarahkan untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi lingkungan dan masyarakat. Pendekatan ini tercermin dalam langkah Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang kembali menghadirkan program berbasis kemaslahatan umat.

Melalui program wakaf pohon, BPKH menegaskan komitmennya untuk menghubungkan amanah jamaah haji dengan upaya pelestarian alam dan pemberdayaan ekonomi. Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dipilih sebagai lokasi implementasi terbaru dari program tersebut.

Program ini menjadi simbol bahwa dana haji dapat dikelola secara produktif tanpa meninggalkan nilai spiritual. Selain berdampak ekologis, inisiatif ini juga dirancang untuk memberikan manfaat sosial dan ekonomi yang berkelanjutan.

“Kehadiran kami di Gunungkidul hari ini adalah bentuk konsistensi BPKH dalam menjaga amanah jamaah untuk memberi manfaat bagi bumi dan sesama,” ujar Anggota Badan Pelaksana BPKH Sulistyowati dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa program wakaf pohon bukan sekadar kegiatan seremonial. Program ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang BPKH dalam mengelola dana umat secara bertanggung jawab.

Wakaf Pohon sebagai Instrumen Kemaslahatan Umat

Dalam pelaksanaan program di Gunungkidul, BPKH menyalurkan sebanyak 712 bibit pohon. Bibit tersebut terdiri dari jenis produktif dan konservatif yang dipilih secara selektif.

Varietas pohon yang ditanam meliputi alpukat, durian, gayam, nangka, aren, kelapa, dan bambu. Pemilihan ini mempertimbangkan potensi ekonomi sekaligus fungsi ekologis jangka panjang.

Pohon-pohon produktif diharapkan dapat memberikan hasil panen yang bernilai ekonomi bagi masyarakat. Sementara itu, jenis konservatif berperan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

Pemilihan jenis tanaman juga disesuaikan dengan kondisi geografis Gunungkidul. Wilayah ini dikenal memiliki tantangan ekosistem yang membutuhkan penguatan daerah tangkapan air dan tutupan lahan.

Dengan pendekatan tersebut, program wakaf pohon dirancang untuk menciptakan kemandirian ekonomi masyarakat. Hasil panen di masa depan dapat menjadi sumber pendapatan alternatif yang berkelanjutan.

Sulistyowati menjelaskan bahwa program serupa telah dilaksanakan di sejumlah daerah lain. Keberhasilan di wilayah tersebut menjadi dasar pengembangan program di Gunungkidul.

“Sebelumnya, program serupa telah sukses dilaksanakan di Sumatera Barat (1.100 bibit), Bogor (2.500 bibit), serta Majalengka (1.000 bibit),” ujar Sulistyowati.

Pengalaman dari berbagai daerah tersebut menunjukkan bahwa wakaf pohon memiliki potensi besar. Program ini mampu menyatukan kepentingan lingkungan dan ekonomi secara seimbang.

Konsep Dwifungsi: Ekologi dan Ekonomi Berjalan Bersama

Menurut BPKH, program wakaf pohon mengusung konsep dwifungsi. Artinya, manfaat ekologis dan ekonomi dirancang berjalan beriringan.

Secara ekologis, pohon-pohon yang ditanam berfungsi sebagai penyerap karbon. Peran ini penting dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

Selain itu, keberadaan pohon juga memperkuat daerah tangkapan air. Hal ini berkontribusi pada pencegahan bencana seperti banjir dan kekeringan.

Dari sisi ekonomi, pohon produktif diproyeksikan menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat. Hasil panen dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan rumah tangga maupun dijual.

Anggota Badan Pelaksana BPKH Harry Alexander menekankan pentingnya orientasi jangka panjang dalam program ini. Menurutnya, manfaat wakaf harus dapat dirasakan lintas generasi.

"Kami berharap pohon-pohon ini tidak hanya menjadi penyerap karbon dan penguat daerah tangkapan air guna mencegah bencana, tetapi juga menjadi aset produktif yang mampu menghasilkan income bagi masyarakat sekitar," ujarnya.

Pernyataan tersebut menegaskan bahwa wakaf pohon bukan sekadar simbol kepedulian lingkungan. Program ini dirancang sebagai investasi sosial yang berkelanjutan.

Dengan demikian, masyarakat tidak hanya berperan sebagai penerima manfaat. Mereka juga menjadi bagian aktif dalam menjaga dan mengelola aset wakaf tersebut.

Kolaborasi Strategis dengan Muhammadiyah

Pelaksanaan program wakaf pohon di Gunungkidul dilakukan melalui kolaborasi strategis. BPKH menggandeng Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai mitra utama.

Penanaman pohon dilakukan di atas tanah wakaf milik Muhammadiyah. Lokasi ini dinilai strategis karena memiliki kepastian hukum dan manfaat sosial yang luas.

Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah ditetapkan sebagai penerima manfaat utama. Lembaga ini berperan dalam pengelolaan dan pemantauan program.

Kolaborasi ini mencerminkan sinergi antara lembaga keuangan umat dan organisasi kemasyarakatan. Keduanya memiliki visi yang sejalan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.

Untuk memastikan keberlangsungan bibit, perawatan rutin akan dikelola oleh struktur Muhammadiyah di tingkat lokal. Pimpinan Cabang dan Ranting Muhammadiyah setempat dilibatkan secara langsung.

Keterlibatan struktur lokal ini bertujuan menjaga rasa memiliki masyarakat terhadap program. Dengan demikian, pohon-pohon wakaf dapat tumbuh dan dirawat secara optimal.

Ketua Majelis Lingkungan Hidup PP Muhammadiyah Azrul Tanjung menyampaikan apresiasinya terhadap inisiatif BPKH. Ia menilai program ini memiliki nilai spiritual yang kuat.

Ia menyebut wakaf pohon sebagai bentuk “Investasi Akhirat”. Menurutnya, manfaatnya tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga bernilai ibadah.

"Melalui BPKH, program wakaf ini menjadi amal jariyah yang pahalanya akan terus mengalir bagi para jamaah haji Indonesia seiring dengan tumbuhnya pohon-pohon ini," kata dia.

Pernyataan tersebut menegaskan dimensi spiritual dari program wakaf pohon. Setiap pohon yang tumbuh menjadi simbol keberlanjutan pahala bagi para jamaah.

Wakaf Pohon sebagai Model Pengelolaan Dana Haji Modern

Program wakaf pohon menunjukkan transformasi pengelolaan dana haji di Indonesia. Dana yang dikelola tidak hanya aman, tetapi juga memberikan dampak nyata.

Pendekatan ini memperkuat kepercayaan publik terhadap BPKH. Jamaah dapat melihat bahwa dana mereka dikelola untuk kepentingan umat dan lingkungan.

Model wakaf produktif seperti ini juga sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan saling terintegrasi.

Di tengah tantangan perubahan iklim dan ketimpangan ekonomi, program semacam ini menjadi relevan. Wakaf pohon menawarkan solusi sederhana dengan dampak jangka panjang.

BPKH berharap program ini dapat direplikasi di daerah lain. Dengan dukungan berbagai pihak, wakaf pohon berpotensi menjadi gerakan nasional.

Ke depan, kolaborasi lintas sektor diharapkan semakin diperkuat. Sinergi antara lembaga keuangan, organisasi sosial, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan.

Program wakaf pohon di Gunungkidul menjadi contoh nyata pengelolaan dana haji berbasis nilai. Amanah jamaah diterjemahkan menjadi aksi nyata untuk bumi dan sesama.

Dengan pendekatan ini, dana haji tidak hanya bernilai finansial. Ia juga menjadi sumber keberkahan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index