JAKARTA - Pergerakan industri perasuransian nasional memasuki fase baru setelah melewati dinamika ekonomi sepanjang 2025. Arah pertumbuhan ke depan dinilai tetap positif meski dibayangi sejumlah tantangan struktural dan teknis.
Optimisme tersebut disampaikan Otoritas Jasa Keuangan seiring membaiknya indikator ekonomi makro. Di saat yang sama, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya perlindungan risiko juga terus meningkat.
Otoritas Jasa Keuangan memproyeksikan industri perasuransian nasional akan tetap mencatatkan pertumbuhan yang sehat pada tahun 2026. Proyeksi ini didasarkan pada kombinasi faktor ekonomi dan perubahan perilaku konsumen.
Kondisi ekonomi makro yang semakin stabil menjadi salah satu pendorong utama. Selain itu, literasi masyarakat mengenai asuransi dinilai mengalami peningkatan yang signifikan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, menyoroti adanya dinamika baru di sepanjang 2025. Perubahan ini terutama terlihat pada preferensi nasabah dalam memilih skema pembayaran premi.
Ogi menyebut bahwa konsumen kini semakin selektif dalam mengelola keuangan. Hal ini tercermin dari pergeseran minat terhadap jenis premi yang dipilih.
Pergeseran Pola Pembayaran Premi Sepanjang 2025
Data OJK hingga Oktober 2025 menunjukkan lonjakan signifikan pada premi tunggal. Nilai premi tunggal atau single premium tercatat mencapai Rp 23,07 triliun.
Angka tersebut mengalami kenaikan tajam sebesar 33,83 persen secara tahunan atau year-on-year. Lonjakan ini menjadi indikator kuat adanya perubahan perilaku konsumen.
Sebaliknya, premi reguler yang mencakup pembayaran semesteran dan tahunan mencatatkan pertumbuhan yang jauh lebih terbatas. Premi reguler hanya tumbuh sebesar 0,98 persen secara tahunan.
Nilai premi reguler hingga Oktober 2025 tercatat sebesar Rp 14,26 triliun. Kondisi ini mempertegas adanya pergeseran preferensi nasabah.
Menurut Ogi, perubahan ini tidak semata-mata disebabkan oleh daya beli masyarakat. Ada faktor kehati-hatian yang semakin menonjol dalam pengambilan keputusan finansial.
“Pergeseran ini bukan semata karena daya beli, tetapi juga kehati-hatian nasabah, kebutuhan fleksibilitas arus kas, serta penyesuaian desain dan strategi pemasaran produk asuransi,” ujar Ogi di Jakarta. Pernyataan tersebut menggambarkan kompleksitas faktor yang memengaruhi industri.
Kebutuhan fleksibilitas arus kas menjadi pertimbangan utama bagi banyak nasabah. Premi tunggal dinilai memberikan kepastian tanpa kewajiban pembayaran berkala.
Selain itu, desain produk dan strategi pemasaran perusahaan asuransi juga ikut berperan. Penawaran produk yang lebih sederhana dan fleksibel cenderung lebih diminati.
OJK menilai perubahan ini sebagai sinyal penting bagi pelaku industri. Perusahaan asuransi didorong untuk terus menyesuaikan strategi bisnisnya.
Adaptasi menjadi kunci agar industri tetap relevan dengan kebutuhan pasar. Tanpa penyesuaian, potensi pertumbuhan bisa terhambat.
Imbauan OJK kepada Pelaku Industri Asuransi
Menanggapi dinamika tersebut, OJK mengimbau pelaku industri untuk tidak berhenti berinovasi. Produk yang ditawarkan harus relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini.
Ogi menekankan pentingnya kesederhanaan produk asuransi. Produk yang mudah dipahami dinilai lebih efektif dalam meningkatkan kepercayaan konsumen.
Perlindungan konsumen juga menjadi fokus utama OJK. Setiap inovasi diharapkan tetap mengedepankan transparansi dan kejelasan manfaat.
Meskipun prospek 2026 dinilai cukup terukur, OJK mengingatkan adanya tantangan teknis yang perlu diantisipasi. Tantangan ini bersifat internal maupun eksternal bagi perusahaan asuransi.
Pertumbuhan ekonomi yang stabil memang membuka peluang. Namun, tanpa pengelolaan risiko yang baik, peluang tersebut bisa berubah menjadi tekanan.
Ogi menyebutkan bahwa kualitas underwriting menjadi salah satu perhatian utama. Proses seleksi risiko yang kurang optimal dapat berdampak pada kinerja jangka panjang.
Tekanan klaim pada lini usaha tertentu juga menjadi sorotan. Beberapa segmen asuransi dinilai masih memiliki tingkat klaim yang cukup tinggi.
Selain itu, penyesuaian terhadap standar akuntansi terbaru menjadi tantangan tersendiri. Perusahaan dituntut untuk mampu beradaptasi dengan regulasi yang terus berkembang.
Tantangan Teknis dan Peluang Pengembangan Industri
OJK menilai bahwa tantangan tersebut masih dapat dikelola dengan pendekatan yang tepat. Peluang tetap terbuka luas bagi industri asuransi nasional.
“Peluang tetap terbuka melalui inovasi produk, penguatan distribusi, pemanfaatan teknologi, serta perluasan perlindungan untuk risiko-risiko baru,” jelas Ogi. Pernyataan ini menegaskan arah strategis yang diharapkan regulator.
Inovasi produk menjadi salah satu kunci pertumbuhan. Produk yang mampu menjawab kebutuhan risiko baru akan memiliki daya tarik tersendiri.
Penguatan jalur distribusi juga dinilai penting. Pemanfaatan kanal digital dapat memperluas jangkauan layanan asuransi.
Teknologi menjadi faktor pendukung utama dalam efisiensi operasional. Digitalisasi proses dapat meningkatkan kecepatan dan akurasi layanan.
Perluasan perlindungan untuk risiko baru juga membuka potensi pasar yang besar. Risiko terkait perubahan iklim dan ekonomi digital menjadi contoh yang relevan.
Dari sisi kebijakan, OJK tengah memfinalisasi penguatan tata kelola industri. Langkah ini dilakukan melalui standardisasi lini usaha.
Penguatan tata kelola tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Anggota Dewan Komisioner. Regulasi ini merupakan amanat dari POJK 36/2024.
Tujuan utama regulasi ini adalah memberikan kejelasan produk yang dipasarkan. Baik pada sektor asuransi jiwa maupun asuransi umum.
Dengan adanya standardisasi, diharapkan tidak terjadi tumpang tindih produk. Konsumen juga akan lebih mudah memahami manfaat asuransi yang ditawarkan.
Implementasi PSAK 117 dan Penyesuaian Kebijakan Pajak
Selain aspek produk dan distribusi, OJK juga menyoroti perkembangan standar akuntansi. Implementasi PSAK 117 menjadi salah satu fokus pengawasan.
PSAK 117 telah mulai diterapkan sejak Januari 2025. Hingga kini, implementasinya dinilai relatif stabil di industri.
Perusahaan asuransi telah rutin menyampaikan laporan keuangan berbasis PSAK 117. Pelaporan dilakukan secara triwulanan kepada OJK.
Stabilitas ini menunjukkan kesiapan industri dalam menghadapi perubahan standar akuntansi. Meski demikian, proses penyempurnaan masih terus dilakukan.
Untuk mendukung transisi yang lebih optimal, OJK terus melakukan koordinasi lintas lembaga. Salah satu pihak yang diajak bekerja sama adalah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.
Koordinasi ini bertujuan menyelaraskan kebijakan perpajakan dengan standar akuntansi baru. Keselarasan tersebut dinilai penting untuk menghindari ketidakpastian bagi pelaku industri.
Targetnya, penyesuaian kebijakan perpajakan dapat mulai diterapkan pada Tahun Pajak 2026. Langkah ini diharapkan memberikan kepastian hukum dan fiskal.
Dengan dukungan regulasi yang lebih selaras, industri asuransi diharapkan dapat tumbuh lebih sehat. Kepastian kebijakan menjadi fondasi penting bagi keberlanjutan usaha.
Secara keseluruhan, OJK melihat prospek industri perasuransian 2026 tetap menjanjikan. Optimisme ini didukung oleh kombinasi pertumbuhan ekonomi dan adaptasi industri.
Meski tantangan teknis masih ada, peluang pengembangan dinilai lebih besar. Dengan inovasi, tata kelola yang kuat, dan perlindungan konsumen, industri asuransi diharapkan mampu melangkah lebih stabil ke depan.